Selasa, 22 November 2016

[Cerita] Bertemu kamu, lagi…?

“…Dia berjalan memasuki kantin dengan senyumanyaa…”

“Rasanya, saat itu titik gravitasi terlalu posesif terhadap kakiku, hingga aku tak bisa bergerak dari tempatku berdiri. Terpaku.”

“Jantungku berdetak lebih cepat. Tapi itu bukan perasaan suka apalagi cinta. Aku yakin itu.”


Siang itu, seperti biasanya, aku mendatangi kantin kampus untuk mengisi kebutuhan perutku yang sejak tadi terus berbunyi tak karuan. Aku melihat sekilas deretan stan makanan di sana. “Naahh.. ketemu.. sudah lama aku tidak merasakan makanan bersaus kacang ini.”  Aku mendatangi abang-abang yang jualan di salah satu stan itu untuk memesan gado-gado. Setelah mendapatkan makanan yang kupesan dan membayarnya, aku pun menuju salah satu meja makan yang ada disana.

Entah kenapa, siang itu aku merasa suasana kantin terasa semakin berisik dan menganggu ketenangan makanku. Aku pun merogoh ke dalam saku rok ku dan mengeluarkan handsfree dan menyambungkannya dengan smartphone ku. Setelah memilih lagu, aku melanjutkan makanku kembali.

Dan kemudian pria itu muncul lagi.
Pria dengan cupcake-nya, barang dagangannya.
Aku terbengong untuk beberapa saat.  Dia berjalan dengan senyumnya itu memasuki kantin dan melewati kerumunan mahasiswi alay yang ribut karena gak dapat tempat makan. Tanpa kusadari, aku menjatuhkan sendok makanku.
“Oh... God… Kau lagi?”

***

Masih di kantin, selesai makan, aku mencoba mengingat kembali pria itu. Aku tidak ingat persis kapan aku bertemu pria itu untuk pertama kalinya. Tapi yang kuingat, saat itu aku sedang membaca mading di taman fakultas. Sekilas aku merasa ada seseorang yang akan menghampiriku. Benar saja, dia menghampiriku dan berkata, “Mbak.. mau kuenya?”. Aku yang saat itu sedang puasa tentu saja menolaknya. Dia pun tersenyum dan kemudian berlalu dari hadapanku. Aku pun kembali melanjutkan membaca madingnya.
2 detik kemudian, dengan refleks aku menolehkan kepalaku hanya untuk sekadar melihat dia yang berjalan semakin menjauh. Entah kenapa, saat itu aku merasa ingin mengikutinya, namun kurungkan karena 15 menit lagi kuliah pagi akan dimulai. Aku bergegas menuju ruang 408. Kelasku.

***

Pertemuan kedua dengannya benar-benar konyol.
Saat itu aku yang sedang asyik memperhatikan kupu-kupu yang terbang di sekitar taman fakultas dan kau pun muncul kembali di hadapanku. Menghalangi pandanganku akan kupu-kupu itu. Lengkap dengan senyummu itu. Rasanya, saat itu titik gravitasi terlalu posesif terhadap kakiku, hingga aku tak bisa bergerak dari tempatku berdiri. Terpaku.
Cukup lama aku terbengong untuk beberapa saat, sampai akhirnya…
“Karna malam ini… Saat yang terindah bagi hidupku…Oh Tuhan, Jangan Hilangkan Dia… Dari hidupku selamanya…”  (*)
Oh, sial. Refleks, aku memencet tombol stop untuk lagu di Mp3Player itu. Aku merutuki diriku sendiri. Lagu yang salah di waktu yang salah. Ini masih siang bolong. Eh tapi tunggu, Kenapa tiba-tiba aku baru menyadari kalau aku sedang memutar sebuah lagu? Rasanya, seperti dari tadi aku tidak mendengarkan lagu apapun dan baru mendengar lagu yang ini. Seperti lagu yang tiba-tiba datang menyambutnya. Kenapa aku seperti ini? Mengapa aku selalu penasaran pada pria ini?

***

Selesai kuliah sore, seperti biasanya aku melangkahkan kakiku menuju masjid untuk menunaikan shalat ashar. Kebiasaanku yang selalu menundukkan kepala saat jalan membuatku kaget saat aku mengangkat kepalaku dan melihatmu sedang duduk di di selasar luar masjid. Sambil berjalan melewatimu, sekilas kulihat dirimu sibuk dengan sesuatu, tapi aku mengabaikannya dan langsung menuju ke dalam masjid.
Dan ternyata, aku masih menemukanmu di selasar luar masjid itu. Jantungku berdetak lebih cepat. Tapi itu bukan perasaan suka apalagi cinta. Aku yakin itu. Perlahan, aku berjalan dan duduk sejauh 200 meter darinya. Ternyata, sesuatu yang tadi kuperhatikan itu adalah segepok uang. Kulihat, ia sedang sibuk menghitung uang nya itu. Kutebak uang itu adalah hasil dari jualan cupcake-nya itu. Tanpa sadar, aku tersenyum melihatnya dan kembali mengarahkan pandanganku ke depan jalan.
Tuhan, aku tahu. Aku seringkali mengabaikan setiap karunia-Mu padaku. Tapi, betapa agungnya engkau, Tuhanku, yang selalu mengingatkanku agar tidak terlalu lama mengabaikan-Mu.
Tuhan, detik ini, aku masih berterima kasih padamu. Engkau tidak menambahkan kesulitan ekonomi sebagai beban pikiranku setiap hari. Aku cukup beruntung dengan keadaanku saat ini.
Sekali lagi Tuhan. Sekali lagi. Engkau menyadarkanku bahwa masih banyak orang-orang yang lebih tidak beruntung dariku.
Tuhan. Maafkan aku.

Kliniingg…
Sebuah pesan masuk. Dari Mbak Leisya.
“Mbak, aku udah sampai di kampus. Agak cepet ya kesini. Takut diusir satpam. Hehehe..”
Lagi-lagi aku tersenyum.
“Iya mbak, aku segera ke sana. Tunggu ya.”
Aku bangkit dari tempat dudukku, kemudian memakai sepatu ku. Aku pun menoleh kembali padanya. Aaahh.. masih sibuk dengan uangnya. Dia tidak tersenyum saat ini. Aku merengut. Ya sudahlah. Setengah berlari aku menghampiri Mbak Leisya yang menungguku untuk dijemput.

Tuhan. Terimakasih untuk hari ini.

***

Bersambung. Yahh.. bersambung.. Ceritanya sampai disini. Yahh.. karena memang tadi adalah pertemuan terakhir ku dengannya. Aku tidak tahu kapan dia akan terlihat lagi olehku. Bahkan aku pun masih belum bisa mendefinisikan dengan tepat apa sebenarnya yang kurasakan pada pria itu.

Oh iya terimakasih kepada kamu, iyaa…kamu.. sang inspirator ku dalam menulis kisah ini. Kamu, yang bahkan aku pun tak tahu siapa namamu, asalmu, apalagi prodi kuliahmu. Aaahh,, memikirkannya kembali membuat hatiku menghangat kembali.

Tak tahulah.. yang jelas kisah ini kuakhiri…

*THE END*

Note: (*) Lagu Rossa-Jangan Hilangkan Dia


0 komentar:

Posting Komentar